SIGAP88NEWS || Tatkala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa timur telah mengisyaratkan bakal membuka kembali kasus korupsi Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) 2008 yang melibatkan banyak anggota DPRD Jatim periode 2004-2009 dan beberapa pejabat tinggi di Pemprov Jatim.
Setelah tertangkapnya dr Bagoes Soetjipto Soelyoadikoesoemo ini yang menjadi pintu masuk bagi Kejati Jatim untuk mengungkap siapa-siapa saja yang menerima aliran dana tersebut. Pasalnya, selama ini kasus P2SEM hanya menyasar para kroco-kroco penerima dana, dan bukan aktor utamanya.
Justru dengan Bagoes bernyanyi, pihak Kejati bisa mengetahui aktor-aktor di belakang kasus P2SEM tersebut. Seperti diketahui, semenjak mantan Ketua DPRD Jatim Fathorrasjid masuk bui atas sangkaan korupsi. Kasus ini bak bola liar menerjang pihak-pihak penerima hibah (terutama LSM) hampir di seluruh Jawa Timur.
Ya, seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur dan lebih dari seratus lembaga telah mendapat cairan dana P2SEM. Dari seratus lebih lembaga tersebut untuk korwil IV saja, seperti Kabupaten Pamekasan satu perkara, Kabupaten Bangkalan tiga perkara, Kabupaten Sidoarjo tiga perkara, Surabaya lima perkara, dan Kabupaten Sampang satu perkara.
Fathorrasjid yang tutup usia pada 15 November 2017, dan sempat menjadi whistle blower berusaha mengungkap koruptor-koruptor kelas wahid di Jawa Timur. Namun hingga tutup usianya, mantan politisi PKB itu belum berhasil memenjarakan rekan-rekannya yang terlibat dalam korupsi dana hibah P2SEM. Dan angin segar itu muncul kembali saat tertangkapnya buronan dr Bagoes Soetjipto.
”Perintah pak Kajati, ada kemungkinan dibuka lagi. Nanti sambil jalan kita buka lagi, dia (Bagoes) sebagai saksi kunci,” jelas Aspidsus Kejati Jatim Didik Farkhan Alisyahdi, belum lama ini.
Didik melanjutkan, saat ini Bagoes masih belum berbicara banyak. Saat ini dia belum bisa fokus dan masih kelelahan usai menempuh perjalanan dari Malaysia, Batam, Jakarta, Surabaya, dan terakhir dikerangkeng di Lapas Porong, Sidoarjo. ”Kami tunggu dia sampai ngomong,” ujarnya.
Saat ditanya soal kemungkinan untuk mengkroscek keterangan Bagoes dengan pengakuan mantan Ketua DPRD Provinsi Jatim Fathorrasjid, Didik mengaku hal itu bisa saja dilakukan. Meskipun Fathorrasjid sudah dihukum dan kini sudah tiada, Kejati Jatim tentu masih menyimpan bukti-bukti dan dokumen yang telah disita.
Disinggung mengenai apakah ada yang menyuruh dr Bagoes untuk melakukan korupsi hingga bersembunyi ke Malaysia, jaksa masih melakukan pendalaman. Namun, dr Bagoes yang saat itu staf ahli DPRD Jatim membocorkan perannya. “Dia hanya membantu. Itu bahasa dia. Suatu saat dia akan mengatakan. Tunggu saja nanti,” tuturnya.
Bagoes tidak hanya disidang di Pengadilan Negeri Surabaya, tetapi di beberapa daerah di Jatim. Bagoes divonis 2 kali 7 tahun penjara dari PN Sidoarjo, 7 tahun oleh Kejari Jombang, lalu 7,5 tahun penjara dari Pengadilan Tipikor Surabaya dan 7 tahun dari PN Ponorogo. Total hukuman Dr Bagoes mencapai 28,5 tahun. Terakhir pada 2011, dia divonis nihil oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Hukuman yang sudah diterima dr Bagoes dari tiga persidangan sebelumnya melebihi ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Meski begitu, pengadilan mengharuskan dr Bagoes membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp 4,021 miliar. Menariknya, vonis 28,5 tahun itu diputuskan tanpa kehadiran dr Bagoes alias in absentia. Hingga akhirnya yang bersangkutan buron. Bagoes kini harus menjalani eksekusi hukuman selama 20 tahun dari total hukuman 28,5 tahun. Sebab aturan hukum di Indonesia hukuman maksimal hanya 20 tahun penjara.
Jadi Makelar Proposal Dana Hibah
Jejak Bagoes selama terlibat dalam kasus korupsi P2SEM terbilang sangat vital. Meski boleh dibilang dia adalah aktor intelektual, namun dia tidak bekerja sendiri.
Mekanisme pengucuran anggaran P2SEM dilakukan secara hibah yang diikat melalui Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), sehingga berlakulah hukum perjanjian hukum perdata yakni Pasal 1666 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang merupakan pemberian Cuma-Cuma.
Saat itu kegiatan P2SEM dianggarkan dalam APBD melalui belanja hibah, kode rekening 51405001 sebesar Rp. 1.475.452.300.000 dan realisasi sampai dengan 31 Desember 2008 sebesar Rp. 1.283.926.009.927 (data dari laporan atas kepatuhan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan provinsi jawa timur tahun anggaran 2008, oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jatim tanggal 25 Mei 2009).
Namun demikian, ujung-ujungnya ternyata di lapangan program P2SEM ini banyak bermasalah, alias diselewengkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, mulai dari pelaksanaan program yang tidak jelas sampai dugaan LSM fiktif. Yang lebih mencengangkan rekomendasi yang dikeluarkan anggota DPRD Jatim untuk lembaga penerima ternyata banyak yang diperdagangkan.
Di sinilah peran Bagoes. Dia menjadi makelar proposal yang menjembatani antara wakil rakyat dan penerima dana hibah di daerah-daerah. Berperan sebagai makelar proposal, Bagoes momotong dana yang diperoleh sebagai kompensasi diberikannya rekomendasi. Di sini Bagoes dan anggota dewan meminta bagian 70 %, sedang 30 % sisanya untuk lembaga penerima.
Seperti yang dilakukan Bagoes di Surabaya. Dari keterangan 21 saksi dan barang bukti. Bagoes bersama Rudi Setiyono dan Kurniawan Hidayat (penerima dana hibah) melakukan korupsi dana P2SEM senilai Rp 1,5 miliar.
Peran Bagoes selaku makelar yang menjembatani proposal dari Rudi dan Kurniawan ke Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bappemas) Provinsi Jawa Timur. Uang senilai Rp 1,5 miliar dari Bappemas kemudian digunakan Bagoes bersama Rudi dan Kurniawan dengan rincian Bagoes mendapat 68,5 persen, Kurniawan Hidayat dan Rudi Setiyono 27,5 persen dan sisanya 4 persen dibagi masing-masing yang punya bendera LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat).
Proposal dibuat dengan cara meminjam LPPM di antaranya Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE), Sekolah Tinggi Ilmu Tehnik (STIT) dan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum YPM Taman Sepanjang untuk memperoleh kucuran dana P2SEM. Namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan program yang ada di proposal.
Dari Rp 1,5 miliar tersebut, ada sekitar Rp 1,164 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Jumlah inilah yang dinilai sebagai kerugian Negara. Perbuatan ketiganya terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain maupun korporasi.
Di Jombang, Bagoes menerima aliran dana dari tiga orang. Mereka adalah Holidin dosen Universitas Darul Ulum, Sae’an Choir dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan Ummi Nur Qomariyah.
Ketiga pelaku itu melakukan pemotongan dana dari para penerima dana P2SEM. Dari setiap penerima dipotong 70 persen dari total dana yang diterima. Dana kemudian diserahkan kepada Bagoes.
Saat itu Holidin bertugas mencari perguruan tinggi yang mengajukan proposal pengajuan dana untuk LPPM. Dia memungut sejumlah uang dari perguruan tinggi tersebut dan diserahkan ke orang lain. Bisa dikata, Holidin sebagai broker yang mencari lembaga dan memangkas uang program. Uang pencairan proposal dari Universitas Darul Ulum (Undar) dan Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Jombang lebih dari Rp219 juta. Kerugian negara mencapai Rp1 miliar lebih.
Dana P2SEM cair dalam dua tahap dengan alokasi anggaran sebesar Rp 250 juta. Dari dua periode pencairan itu, ditemukan penyelewengan yang dilakukan oleh LPPM STKIP PGRI sebesar Rp 410 juta. Berdasarkan penyelidikan, dana yang diterima STKIP menguap sekitar 82 persen atau Rp 410 juta. Sisanya, sebanyak 18 persen digunakan untuk kegiatan di dua tempat, yaitu Pasuruan dan Bangil.
Rinciannnya, LPPM kampus STKIP hanya menerima dana P2SEM sebesar Rp 15 juta. Selebihnya, Rp 350 juta diterimakan kepada anggota DPRD Jatim dan Rp 135 juta disetor kepada Holidin.
Sementara, aliran dana P2SEM di kampus Undar, LPPM Undar hanya menerima dana sebesar Rp. 16,5 juta dari anggaran dana sebesar Rp 550 juta. Selanjutnya, Holidin menerima fee senilai Rp 148,5 juta dan Rp 385 juta diserahkan ke oknum DPRD Jatim. Total negara dirugikan Rp 900 juta dari dana yang mengalir di dua kampus Undar dan STKIP PGRI.
Di Ponorogoro, sepak terjang Bagoes makin menjadi-jadi. Bagoes menilap dana P2SEM untuk pembuatan pupuk organik di Desa Sumoroto, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo, yang diterima LSM Multi Culture Studie (MCS). LSM MCS memang mendapat dana P2SEM Rp 450 juta berkat bantuan dokter tersebut. Keterangan pengurus LSM MCS, dana tersebut hanya diterima sekitar Rp 150 juta dan yang sekitar Rp 300 juta diminta oleh sang dokter.
Pihak LSM pun dipaksa menandatangani laporan pertanggungjawaban yang sudah disiapkan dokter tersebut. Laporan kegiatan yang fiktif mencapai sekitar 80 persen. Laporan kegiatan yang dibuat fiktif itu di antaranya latihan kepemimpinan, dialog antar elemen masyarakat dan berbagai kegiatan lainnya. Di Kota Reog tersebut, terdapat sedikitnya 28 lembaga sosial yang mendapat dana P2SEM tahun 2008 dengan nilai sekitar Rp 3 miliar.
Kasus korupsi P2SEM ini sebenarnya sudah masuk ke meja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat itu. Ada 162 perkara P2SEM yang diserahkan Kejati Jatim ke KPK dan Kejagung. Namun entah dengan alasan apa, baik KPK maupun Kejagung tidak mengusut kasus tersebut.
Dana ‘Sunatan’ Dibagi-bagi Anggota DPRD Jatim
Dari sejumlah anggota DPRD Jatim periode 2004-2009 yang terlibat dalam korupsi dana hibah P2SEM, sampai sekarang mereka-mereka masih aktif di partai. Mereka inilah yang diduga turut bekerjasama dengan Bagoes dalam penyunatan dana hibah hingga mencapai 70 %, sisanya 30 % diserahkan ke penerima hibah. Oleh orang-orang ini, dana ‘sunatan’ tersebut kemudian dibagi-bagi ke anggota dewan dan pejabat teras Pemprov Jatim.
Fathorrasjid sebelum meninggal, sejak awal meyakini bahwa kasus P2SEM adalah peradilan politik. Sebab banyak anggota Parpol yang terlibat. Siapa yang dikorbankan sudah dipilih dan ditentukan sejak awal. Dan pengadilan itu adalah formalitas hukum untuk menentukan siapa yang salah dan dipenjarakan.
Berdasarkan keterangan sejumlah pihak yang terlibat (anggota Bakorwil, Bapemas, maupun Staf Sekretariat Dewan) pada saat diperiksa di depan persidangan diperoleh penjelasan bahwa penetapan atau pemilihan lembaga penerima P2SEM didasarkan pada Jaring Aspirasi Masyarakat (JASMAS) yang dilakukan oleh anggota DPRD Jatim yang tertuang dalam bentuk rekomendasi.
Padahal dalam Pergub tidak ada satu pasal yang menyebut keterlibatan wakil rakyat itu dalam urusan memberi rekomendasi. Tanpa ada rekomendasi pengajuan proposal permintaan dana P2SEM dari DPRD.
Di dalam lampiran Pergub 72 Tahun 2008 telah diatur mekanisme penyaluran P2SEM, yaitu kelompok sasaran atau penerima bantuan mengajukan Surat Permohonan Pencairan Dana kepada Gubernur dilengkapi dengan Proposal/RAB, rekening, dan legalitas lembaga penerima melalui Sekretariat Tetap (Sektap) Provinsi pada Bapemas. Sebelum diajukan, proposal diverifikasi kelengkapan dan kebenarannya oleh Bakorwil tingkat daerah. Bapemas lantas melakukan seleksi administrasi pencairan dana. Selanjutnya diajukan kepada Gubernur untuk ditetapkan dalam SK (Surat Keputusan). Biro Keuangan kemudian mencairkan anggaran dengan mentranfer ke rekening penerima hibah. Nah, setiap lembaga penerima wajib memberikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana kepada Bapemas.
Lalu bagaimana ceritanya DPRD Jatim bisa memberi rekomendasi? Tentu ini merupakan hasil korporasi jahat antar DPRD Jatim dan Pemprov Jatim untuk saling menggerogoti uang rakyat tersebut.
Fathorrasjid sebelumnya sempat membeberkan nama-nama mantan anggota DPRD Jatim periode 2004-2009 yang diduga kuat sebagai penikmat dan sebagian kini masih aktif di partai.
Menurut Fathorrasjid ada 99 anggota DPRD Jatim yang harus diproses hukum karna menikmati dana hibah P2SEM. “Kalau mau adil, 99 anggota DPRD Jatim periode 2004-2009 lainnya juga harus diproses secara hukum karena mereka juga menerima dana miliaran rupiah. Apa karena saya sudah tidak menjadi anggota legislatif lagi sehingga saya dijatuhi hukuman? Kalau berani, itu tangkap semua mantan anggota DPRD Jatim yang kini jadi anggota DPR,” kata Fathor.
Berikut ini beberapa anggota DPRD Jatim periode 2004-2009 yang disebut Fathorrasjid terlibat korupsi P2SEM.
Antara lain RB Rp 31 miliar dari fraksi PAN,
AS Rp 18 miliar dari fraksi PKS,
AJ Rp 17 miliar dari fraksi PKB,
FA Rp 12,25 miliar dari fraksi PPP,
ALS Rp 11,55 miliar dari fraksi Golkar,
SH Rp 9,5 miliar dari fraksi Demokrat,
AN Rp 5,580 miliar dari fraksi PKB,
RH Rp 5,560 miliar dari fraksi Golkar,
DM Rp 3,5 miliar dari fraksi PKB,
RA Rp 2,5 miliar dari fraksi Demokrat.
Selain beberapa nama tersebut, disebutkan juga nama-nama mantan anggota DPRD Jatim yang turut mendapatkan dana hibah P2SEM senilai total Rp 225 miliar itu, seperti JW dari PDI-P.
Menurut Fathorrasjid, mereka-mereka inilah penikmat utama dana hibah khususnya dari para anggota DPRD Jatim periode 2004-2009. Merekalah perekom dan juga penikmat hasil korupsi P2SEM, namun hingga sekarang belum tersentuh hukum.
Perhitungan nilai dugaan penyelewengan dana hibah yang dinikmati para oknum tersebut, merupakan hasil investigasi dari tim Presidium Aliansi Masyarakat Jawa Timur dan Korban Politik P2SEM (Jatim-AM) yang saat itu diketuai Fathorrasjid.
Sumber : Tim Media Panji Nasional