Oleh : Jacob Ereste

Banten, Sigap88news.com – Tamak dan rakus itu bukan sekedar tabi’at melahap semua makanan dan minuman belaka, tapi juga jabatan dan posisi hingga kekuasaan. Akibat terusannya dapat menjadi sangat egoistik yakni, hasrat yang tidak terkendali untuk selalu merasa the best, hebat dan mengganggap diri lebih unggul dari orang lain.
Modelnya seperti dalam forum diskusi, selalu ingin ngomong banyak, tapi ogah mendengarkan ketika orang lain bicara. Atau tak punya etika untuk memotong omongan orang lain. Yang lebih tragis adalah sok tahu. Sehingga semua soal dan masalah dikomentarinya. Padahal, sejatinya cuma ingin selalu tampil untuk menggagahi orang lain.

Yang agak dominan tampak fenomenal adalah adanya kecenderungan merasa lebih hebat itu tadi, merasa lebih tahu dan lebih mengerti suatu masalah yang sesungguhnya cuma dia tahu sepotong-sepotong, namun birahinya ingin tampil dan memberi kesan bahwa dirinya menguasai serta memahami semua masalah dengan berselimut retorika, karena dia hanya ingin dianggap paham dan mengerti semua soal dan masalah yang sesungguhnya dia sendiri tidak sungguh-sungguh mengerti.
Over confident serupa ini tampaknya telah menjadi penyakit bawaan saat waktu mengikuti kaderisasi yang tidak sungguh-sungguh matang. Sebab kaderisasi yang diikutinya pun sekedar untuk mendapat legalitas.
Ibarat baru bisa mengaji satu surat dari alkitab, seakan sudah membaca suluruh isi alkitab tersebut. Bahkan dia bisa lebih mampu untuk mengesankan seperti sudah melahap habis semua isi alkitab tersebut.
Dalam konteks ini sebetulnya semua bermula dari budaya ingin pamer dan sok. Maka penampilan selalu lebih penting dari isi kepala dan hati yang seharusnya disederhanakan, sehingga sikap tulus dan ugahari bisa menjadi jati diri. Jadi kebanggaan untuk mengenakan barang maupun pakaian yang mewah telah menjadi obsesi yang laten, menelusup dibawah kesadaran yang lepas kontrol.
Dari sikap tamak dan sombong serta egoistik ini umumnya terus menjalar pada etika, moral dan akhlak yang tidak terkendali dan tidak terkontrol. Akibatnya, tentu saja bukan cuma tidak punya unggah-ungguh atau tata krama dan sopan santun semata, tetapi juga rasa rendah hati yang terlanjur melambung tinggi itu sulit untuk dirundukan.
Begitulah sikap tamak dan rakus serta egoistis yang melindas etika, moral dan akhlak yang kini telah ambruk. Semua nyaris melantak segenap warga bangsa sehingga tak lagi punya rasa malu, tidak jujur, berani maling (korupsi seperti yang terus terjadi di negeri ini) bahkan mau khianat, menjual undang-undang dan tatanan hukum yang dipesan para saudagar. Contoh nyata konstitusi kita pun sudah digadaikan.
Maka itu GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) yang terus mengobarkan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual dari semua bilik agama, dari segenap penjuru profesi maupun dari segenap disiplin ilmu perlu dan harus kembali meneguhi etika bangsa dari beragam suku yang luhur, kembali merundukkan kepala pada tatanan moral yang adiluhung serta tuntunan dan ajaran akhlak manusia yang mulia sebagai ciptaan Tuhan di muka bumi.
Banten, 22 Desember 2022
Editor : (AR_red)