RUU Penyiaran Bentuk Upaya Pembungkaman Kebebasan Pers

Editor
108 Views
5 Min Read

Oleh : Sasmito Anggoro

BOJONEGORO – Adanya beberapa aksi penolakan Revisi Undang-undang Penyiaran yang dilaksanakan oleh kawan kawan aktivis jurnalis dan media di sejumlah daerah di Indonesia. dengan melakukan aksi damai untuk menolak semua pasal yang saya anggap sebagai bentuk pembungkaman atas kebebasan pers dan kebebasan berekspresi dan pelemah demokrasi di RUU Penyiaran terhadap jurnalis khususnya saat melakukan kegiatan jurnalistiknya.

Saya dalam hal ini menilai dalam penyusunan RUU Penyiaran ada prosedur yang salah serta Proses yang salah ini, karena didalamnya ada pasal-pasal aneh yang tidak seprinsip dengan kemerdekaan pers bermunculan dalam pembahasan RUU penyiaran terhadap jurnalis yang justru bertentangan dengan Prinsip jurnalis, seperti ada larangan penayangan konten eksklusif Jurnalisme investigasi yaitu 50b ayat 2c, dan ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pastinya.

Menurut saya semua sudah jelas apa yang tertera dalam UU Pers 40 Tahun 1999 bahwa semua sudah diatur bahwa kinerja pers dilindungi oleh UU. Dan saya menilai adanya RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Pers, dan larangan untuk melaksanakan kegiatan jurnalistik dalam bentuk apapun adalah upaya memberikan larangan dan pembatasan hak hak publik atau hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, dan hak publik untuk mengetahui informasi adalah hak azasi manusia.

Saya juga melihat ada pasal pasal yang juga sering diungkapkan oleh kawan kawan jurnalis dibeberapa daerah saat melakukan aksinya yaitu Pasal 42 ayat 2 yang memberikan kewenangan lebih kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik penyiaran, hal ini sangat bertentangan dengan UU 40 tahun 1999 tentang Pers, yang di mana fungsi dari Dewan Pers menyelesaikan sengketa pers, kalo harus ada KPI, maka fungsi Dewan Pers apa? Dan apakah wewenang KPI juga akan sama, lalu bagaimana tugas keduanya berjalan pasti akan rebutan masalah dan juga keduanya akan menjadi tumpang tindih dalam penanganan masalah sengketa pers.

Banyak pasal pasal RUU Penyiaran yang dianggap oleh publik dan rekan rekan jurnalis masih bermasalah seperti hilangnya aturan terkait kepemilikan media, dan juga pasal pasal lainnya, dan ini juga sangat mengancam independensi jurnalis dan media dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai bentuk informasi kepada publik yang harus menyampaikan berita berita dengan berimbang dan transparan, sehingga dengan munculnya pasal pasal yang dianggap bermasalah oleh para aktivisi jurnalis berpotensi mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif. Sehingga seharusnya setiap regulasi yang dibuat harus sesuai dengan prinsip demokrasi.

Saya berharap dalam RUU penyiaran harus sesuai aturan pers, karena kebebasan pers sudah jelas tertera dalam UU pers dan itu menjadi hak azasi manusia untuk berekpresi dan juga berkarya jurnalistik baik melalui sarana media yang sudah ditentukan. Jangan spai RUU penyiaran ini akan melemahkan demokrasi di NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Jangan sampai RUU Penyiaran ini menjadikan kinerja Jurnalistik mendapatkan batasan kebebasan pers, bahkan membungkam bentuk kritik insan pers khususnya terhadap pemerintah, karena dengan adanya pasal yang melarang penayangan eksklusif jurnalisme investigasi.

Dalam hal ini saya sebagai Salah satu Jurnalis di Bojonegoro menolak pembahasan RUU Penyiaran yang berlangsung saat ini karena dinilai cacat prosedur dan merugikan publik serta merugikan masyarakat dalam mendapatkan informasi, dan saya meminta kepada DPR agar pembahasan RUU penyiaran ini dihentikan karena sudah ada UU Pers dan segala bentuk sengketa Jurnalistik diselesaikan oleh Dewan Pers, sehingga jangan sampai ada tumpang tindih antara Dewan Pers dan KPI dan permasalahan sengketa Jurnalistik. Karena RUU Penyiaran saya menduga substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi, upaya pemberantasan korupsi40 dan penegakan hak asasi manusia.

Saya berharap dalam persoalan pers tetap Menggunakan UU Pers sebagai pertimbangan dalam pembuatan regulasi yang mengatur soal pers. Agar tidak ada pengaturan yang tumpang tindih terkait kemerdekaan pers.

SALAM KEBEBASAN PERS !

*)Penulis adalah Wartawan/Jurnalis Media Siber di Bojonegoro

TAGGED:
Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *