Bidak Politik Pilkada 2024

Moh Yusuf
Opini 350 Views
5 Min Read
Ilustrasi


*) Imam Sanusi, M.Pd.

Pengukuhan Kaesang Pangareb putra bungsu Presiden Jokowi sebagai Ketua Umum PSI telah membuat atraksi politik tanah air semakin seru. Kaesang Pangareb yang oleh PSI sejak satu tahun lalu digadang-gadang sebagai Depok 1, telah mengguncang perpolitikan Indoenesia. Andaikan Kaesang Pangareb yang dikukuhkan sebagai Ketua Umum PSI bukan putra Presiden, peristiwa tersebut tidak akan heboh, tetapi karena Kaesang Pangareb dikukuhkan sebagai Ketua Umum PSI merupakan putra Presiden yang masih berkuasa, publik heboh. Beda dengan ketika Agus Harimurti Yudoyono dikukuhkan sebagai Ketua Umum Demokrat SBY sudah lengser, yang heboh hanya internal Demokrat.


Dilihat dari waktu pengukuhan Kaesang Pangareb, langkah politik Jokowi termasuk cerdik. Jokowi mulai menata politik untuk keluarga waktu masih berkuasa. Jokowi sudah berhitung kalau menata politik untuk keluarga setelah lengser mungkin akan berakhir dengan kegagalan, bahkan mungkin akan ada yang mengatakan L3 (lo lagi, lo lagi dan lo lagi). Dimulai dari Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo dan diteruskan Boby Nasution sebagai Wali Kota Medan. Selanjutnya pada Pemilu 2024 melalui PSI dimungkinkan Jokowi akan mempersiapkan Gibran Rakabuming Raka di Pilgub Jawa Tengah atau Daerah Khusus Jakarta, Boby Nasution di Pilgub Sumatera Utara, dan Kaesang Pangareb di Pilwali Depok.


Dengan Kaesang Pangareb sebagai Ketua Umum PSI, Jokowi sudah tidak berada dibawah bayang-bayang PDI-P dalam berpolitik. Jokowi tanpa atau bersama PDI-P, melalui Kaesang Pangareb dapat mengajak partai politik lain untuk memuluskan keingin politiknya. Partai politik lain akan dengan suka-cita merespon ajakan PSI, karena secara tidak langsung diajak koalisi oleh Presiden Jokowi. Beda banget jika yang mengajak berkoalisi Ketua Umum Partai Politik putra Presiden tetapi sudah lengser pasti akan ditanya “… antum bawa apa, … antum punya berapa, antum … mau berbuat apa, dan antum … minta apa.


Jika jawaban atas empat pertanyaan tersebut menguntungkan bagi koalisi, kerja sama politik akan berlanjut, tetapi jika jawaban tidak menguntungkan bagi koalisi mungkin akan dicuekin atau ditinggal di tengah jalan seperti Demokrat yang ditinggal NasDem dalam KPP. Rupanya waktu Sembilan tahun sebagai Presiden, membuat naluri politik Jokowi peka dengan perpolitikan Indonesia, sehingga sebelum lengser harus dipastikan bidak politik ada dalam gemgamannya. Bak menelan ludah sendiri, PDI-P yang nyaring menyuarakan politik identitas, sekarang kadernya tengah menjalankan poltik identitas.


Walau Pengurus PDI-P Aria Bima mengatakan Putra dan Menantu Jokowi menjadi Wali Kota Solo dan Wali Kota Medan bukan indikasi politik identitas, adanya ikatan keluarga antara Jokowi dengan Wali Kota Solo dan Wali Kota Medan sudah jelas memenuhi kriteria politik identitas. Jika pemaknaan suatu frase bisa berubah-ubah karena kepentingan, kasian Kamus Besar Bahasa Indonesia akan selalu salah. Terlepas dari apakah fenomina keluarga Presiden Jokowi sedang melakukan politik identitas, dimungkinkan Jokowi setelah lengser masih akan terus berpolitik melalui PSI. Bisa jadi rencana memajukan Pilkada 2024 dari 27 Nopember 2024 ke bulan September 2024 merupakan keinginan untuk memastikan ketiga putranya menang dalam kontestasi politik di Jawa Tengah atau Daerah Khusus Jakarta, Sumatera Utara dan Depok. Sangat berbeda hasilnya jika Pilkada serentak dilaksanakan tanggal 27 Nopember 2024, mengingat 20 Oktober 2024 Prisiden Jokowi akan mengakhiri jabatan.


Memajukan Pilkada 2024 dari tangal 27 Nopember 2024 ke bulan September 2024 dengan alasan menghindari kekosongan jabatan pada Januari 2025 di Kabupaten/Kota dan Provinsi sangat tidak bisa diterima akal. Walaupun Bupati/Wali Kota dan Gubernur terpilih belum dilantik masih ada Penjabat Bupati/Wali Kota dan Penjabat Gubernur yang menjalakan roda pemerintahan. Ide memajukan Pilkada 2024 dari tanggal 27 Nopember 2024 ke bulan September 2024 merupakan kesadaran yang terlambat dan mudah dibaca publik apa tujuannya. Semoga KPU sebagai penyelenggara Pemilu, Bawaslu sebagai pengawas Pemilu dan DPR sebagai pengawas penyelenggaraan pemerintahan konsisten dengan jadwal Pemilu (Pilkada 2024) yang sudah ditetapkan bersama antara KPU, Pemerintah dan DPR. Amin.


*) Imam Sansi, M.Pd., Sampang, Jawa Timur.

TAGGED: ,
Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *